Wednesday, May 27, 2009

The Best of Japan

Setelah Hiroshima dan Nagasaki luluh lantak terkena bom atom sekutu, perlahan tapi pasti Jepang berhasil bangkit. Untuk membangun kembali semangat bangsa Jepang terutama perekonomian, rakyat Jepang mencari peluang kerja baru untuk menghasilkan produk bermutu. Caranya, mereka mendatangkan ahli dari Amerika Serikat dan diolah kembali oleh ahli Jepang agar sesuai dengan aspek budaya Jepang.

Langkah berikutnya, Jepang mengimpor buku dari barat, kemudian diterjemahkan dalam bhs Jepang. Seiring dgn dibangun nya institut penerjemahan, terjemahan buku import ke dalam bhs bhs Jepang, sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan. Kemudian, mengirim tim pengusaha Jepang ke Amerika dan belajar beragam disiplin ilmu. Setelah ilmu diserap, mereka meniru ciptaan Barat dan berusaha memperbaikinya menjadi barang yang lebih baik, bermutu tinggi dan sesuai dengan kehidupan masyarakat Asia.

Harus diakui, bangsa Jepang memiliki keberanian, keyakinan, disiplin dan komitmen kerjanya sangat tinggi. Mereka berusaha bekerja sungguh-sungguh dan terus belajar mencari peluang baru. Tak heran jika rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2.450 jam/thn. Dan itu sangat tinggi bila dibandingkan dengan Amerika (1.957 jam/thn), Inggris (1.911 jam/thn), Jerman (1.870 jam/thn) serta Perancis (1.680 jam/thn). Akibatnya fenomena Karoshi (mati karena kerja keras) mungkin hanya ada di Jepang. Sebagian besar literatur menyebutkan bahwa ; dengan kerja keras inilah sebenarnya kebangkitan Jepang bisa tercapai.

Untuk tata ruang kantor khas Jepang : mulai pimpinan hingga staf teknis duduk pada satu ruangan yang sama – tanpa sekat. Semua bisa melihat bahwa semuanya bekerja. Satu orang membaca koran, pasti akan ketahuan. Semua sistem perkantoran berlandaskan kejujuran, inovasi, kreatif dan pantang menyerah. Dengan itu, mereka percaya akan cepat maju dan meningkat sekaligus efisien.

Contoh lain di supermarket. Bila seorang customer menanyakan sebuah barang, petugas supermarket tak sekadar menunjukkan dimana letak barang itu berada. Tapi langsung mengantar dan memastikan customer memegang barang yang dicarinya. Setelah itu, petugas kembali ke posisi semula. Hal itu tidak berarti jumlsh petugas supermarket di Jepang demikian banyaknya sehingga mereka berkesempatan jalan-jalan di dalam supermarket yang sangat besar, justru sebaliknya, jumlah petugas selalu sesuai dgn kebutuhan dan mereka selalu bergerak seperti semut.

Selain kerja keras, loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa. Orang Jepang sangat jarang berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari industri Jepang yang kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dgn bidang garapan (core bussiness) perusahaan.

Terakhir, Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja bersifat individualistik. Kerja dalam kelompok menjadi salah satu kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bahwa “ 1 orang profesor Jepang akan kalah dengan 1 orang profesor Amerika, hanya 10 orang profesor Amerika tidak akan bisa mengalahkan 10 orang profesor Jepang yang berkelompok”.

Musyawarah mufakat atau sering disebut rin-gi adalah ritual dalam kelompok. Keputusan strategis harus dibicarakan dalam rin-gi. Bagaimana dgn Indonesia?

by anna bella

No comments:

Post a Comment